Indonesia kaya dengan puja puji terhadap Perempuan,Ibu,Wanita,Anak
perempuan,dengan Gadis,Dalam penyebutan khusus “milik” lelaki setelah dikawini
dengan sebutan Istri.Dalam administrasi Negara,seperti Ibu Pertiwi,Ibu
Negara,Ibu Kota,Inilah sebuah nilai yang harus kita sama sama gali kembali
untuk memberikan jawaban pada carut marut negri ini.Kondisi Budaya yang sudah
samar dan tak dikenal lagi mungkin oleh generasi Muda Bangsa,
Bagaimana tradisi tawuran,konflik konflik yang terjadi
saling bunuh,penindasan mungkin tepat kita sebut terhadap apa yang kasat mata
sehari hari.Demoralisasi terjadi tereduksi oleh faham Import,mengangungkan
kebendaan bagai sebuah Menara Berhala.
Tanah Air dimana kita sebagai warga dari Negara yang
disebut Republik Indonesia sering disebut Ibu
Pertiwi.Sebagaimana kasih seorang IBU tentu diharapkan Negara berperan
dalam kesejahteraan warga yg nota bene adalah anak anaknya.Jadi jika ada yang
saat ini berontak demo tentu kita pertanyakan peran IBU terhadap anak anak.Apakah
anak anak akan menjadi MALINKUNDANG,layak sebuah hikayat yang berakhir pada
sumpah dan anak membatu.Tapi sangat penting untuk kita hayati adalah
Penghargaan pada Perempuan/Ibu telah berlangsung di nusantara raya kita sebelum
adanya Misi Agama masuk Nusantara Raya.Pertanyaannya apakah agama tak
memberikan kontribusi sinergis pada nilai nilai yang telah hidup sejak nenek
moyang bangsa ini.
Saya ingin memulai dengan kata SUNDAL :Pernah dengar kata Perempuan SUNDAL,kalimat yang mungkin
diterjemahkan sebagai WTS( Wanita Tuna Susila).
Sundal adalah penyebutan bagi perempuan yang secara rela
di setubuhi lelaki walau bukan suaminya untuk sebuah imbalan.Namunbenarkah kata
SUNDAL hanya untuk “perempuan”,atas dasar inisiatip atau atas dasar ketidak
berdayaan perempuan.Bisa saja saat ini kita menyebut laki laki yang melakukan
persetubuhan dengan wanita yang bukan istrinya sebagai Lelaki SUNDAL.Saat ini
bukan hal yang janggal lagi banyak lelaki yang melakukan hal hal seperti
disebut diatas.Siapa yang disebut SUNDAL ,dipakai atau yang memakai ?
Memang masyarakat dunia sering merendahkan
perembuan,bukan saja dalam pikiran tapi juga perbuatan.Republik Indonesia
sebagai Negara sering disebut Ibu Pertiwi,hal yang tergali dari budaya budaya
yang menghormati Perempuan,jauh sebelum masuknya agama di nusantara.Jika kita
memahami segalanya tak mungkin NEGARA melacurkan diri untuk kepentingan
Asing.Tak dapat disangkal nilai nilai ini sudah tak terjaga lagi dengan berbagai
faham yang diadopsi masuk dan dilegalisasi oleh Negara. Jika kata “sundal”
perlu didiskusikan bukan saja pada wanita,mungkin saja berlaku pada lelaki,maka
tak ada salahnya kita menyebut Negara Sundal untuk sementara waktu dalam
membahas keterpurukan Moralitas Berbangsa.
Bagaimana dengan kata Hypokrites :berasal dari bahasa Yunani gerejawi ,Raja James memilih
menyerap kata asli Yunani,Hypocrites terjemahan
sekarang sebagai Orang MUNAFIK.Jika
kita mundur sejenak,sebelum ditulisnya kitab kitab gerejawi Hypokrites
diartikan sebagai AKTOR,yaitu para pelakon,penafsir lakon diatas panggung
teater.Anda belajar teater pasti tahu teater pada zaman Yunani Klasik merupakan
bagian festival merayakan Dewa Dionysius,para pelaku menggunakan TOPENG,dari
sudat pandang moralitas,para actor terbilang TERCEMAR,Maka Hypokrites dihubungkan
dengan kata bahasa Ibrani Haneph diterjemahkan
sebagai orang Fasik.* ”Supaya jangan
menjadi raja orang Fasik,yang adalah jerat bagi banyak orang”
Republik ini telah merdeka namun menjadi rancu jika
adanya sumpah MALINKUNDANG terjadi akibat anak anak yang berontak pada ketidak
adilan Ibu Pertiwi.Pemimpin Hypokrites yang menggunakan TOPENG layak dalam theater
zaman Dewa Dionysius harus segera dienyahkan.Pemahaman para penonton theater
harus diberi pemahaman ini bukan lagi zaman para dewa dewi.Kesadaran ini harus
dibangkitkan agar negri ini jangan hancur lebur oleh mereka kaun MUNAFIK dan
rela menjadi SUNDAL