Presiden Zonder Konsekwensi

Salahkan Soesilo Bambang Yudoyono dengan mengatakan mengedepankan Politik Pencitraan adalah kekeliruan jika kita menyebutnya demikian.Ingat CITRA yang dikembangkan akibat tak adanya konsekwensi tanggung jawabnya.Kepada siapa Susilo Bambang Yudoyono bertanggung jawab?,katakanlah sebab dia terpilih secara langsung oleh rakyat.

Merindukan GBHN
Arah dan tujuan Pembangunan Nasional,yang dahulu tertuang dalam GBHN,sangat jelas tegas mengikat seorang Presiden menjalankannya.Pelanggaran  atau tak dijalankannya GBHN seorang Presiden dapat diberhentikan.Amandemen UUD 45 meniadakan GBHN,menjadikan Arah Pembangunan Indonesia Tanpa Bentuk,bisa saja sekemampuan  seorang presiden sesuai visi misinya dalam kampanye bersama tiem yang terdiri dari para menteri.Penggantian Presiden bisa saja berubah walau sebelumnya telah ada RPJM yang hanya lahir dari keputusan Presiden tanpa persetujuan 7 lembaga.RPJM seharusnya disyahkan sebagai kerangka arah tujuan pembangunan Jangka Panjang lewat Kelembagaan Perwakilan Rakyat.
RPJM (dalam istilah) bisa saja berbeda sesuai Visi Misi sang Presiden,tak salah jika Soesilo Bambang Yudoyono melakukan politik pencitraan dalam RPJM,sebab tak ada konsekwensi pemecatan produk buatannya.Jangan juga para cerdik pandai berteriak tentang ekonomi Indonesia yang sudah tak berbentuk,tak perlu lagi mereka protes atas kesewenangan investor atas tanah rakyat.Bukankah Presiden bertanggung jawab pada Rakyat.”Rakyat yang mana?” inilah hasil dari amandemen UUD 45 yang telah meniadakan GBHN dan MPR setara secara kelembagaan.
Arah Pembangunan Indonesia disegala bidang saat ini tanpa “kekuatan tetap”,karena tak lahir dari sebuah perdebatan yang memberikan siratan mandat Rakyat untuk presiden yang dipilihnya.Kita dulu menyebutkan Presiden sebagai pelaksana mandate dari rakyat lewat MPR RI,hasil dari pemilihan umum.Amandemen UUD 45 telah meniadakan “Kekuatan” MPR RI yang dulu sangat tinggi derajatnya.Lembaga Tertinggi Negara MPR RI hari hari ini hanya sebagai sesepuh yang mensosialisasikan 4 Pilar.Entahlah apa jadinya dengan Sumber Daya Alam kita jika hasil dari MP3EI yang tak lain menjadi “mega proyek” sesuai RPJM.Bagaimana jika terjadi pergantian Presiden? Disinilah “peran” asing bermain dengan alasan demi kelangsungan “mega proyek” yang didalamnya memiliki kepentingan.

Jerat MP3EI sangat beresiko kedepan,tanpa ada kekuatan konstitusi yang menjamin seorang presiden meneruskannya.Gugatan pada sang presiden terpilih sesudah Soesilo Bambang Yudoyono jika merubah RPJM mungkin bukan datang hanya dari rakyat,tapi dari kepentingan asing yang telah eksis menguras SDA negri ini.Konflik sosial akan semakin sering terjadi akibat dari ketidaksiapan masyarakat menerima imbas program MP3EI.
Arah Pembangunan Jangka Panjang tentu harus ditetapkan sebagai landasan presiden bekerja disyahkan,dan disusun bersama Presiden,MPR ,DPD, DPR,MA,BPK,MK.Kita tentu tak menginginkan adanya tentara Amerika menjaga investasi warga negaranya hasil “mega proyek” MP3EI.Kita tak inginkan Negara diganjar hutang akibat “mega proyek” MP3EI dalam artian sekedar sebagai Pencitraan Soesilo Bambang Yudoyono.

Kesimpulannya politik pencitraan adalah imbas dari kebebasan sang presiden mengembangkan visi misinya tanpa persetujuan Kelembagaan dan hanya dihasilkan berdasarkan keputusan presiden.Itulah hasil amandemen UUD 45,yang penuh dengan evoria,juga kebencian pada ORBA tanpa melihat banyak produk ORBA masih relevan dilakukan.